Judul di atas cukup menggelitik penulis saat tak sengaja melihat majalah Tarbawi yg tergeletak di samping tempat tidur. Ini adalah kisah tentang seorang tabi’in shalih yg bernama Hatim al Ashamm (Hatim si tuli). Mengapa ia dijuluki si tuli, padahal pendengarannya normal dan ia bukan seorang tuli.
Dikisahkan, suatu hari ada seorang wanita yg datang kepada Hatim. Ia bermaksud menanyakan sesuatu kepadanya. Namun, di tengah ia mengutarakan pertanyaan, wanita itu tiba-tiba buang angin (kentut) sehingga membuatnya merasa sangat malu. Hatim tahu apa yg ada di balik perasaan tamunya. Dia tidak ingin tamunya bertambah malu karena pendengarannya. Karena itu ia mencoba menutupinya dengan mengatakan, ‘keraskan suaramu’. Ia berkata demikian karena berpura-pura tuli. Akibatnya, wanita itu senang dan tidak salah tingkah. Ia mengira Hatim tidak mendengarnya.
Sejak saat itu, selama wanita itu masih hidup, hampir lima belas tahun, Hatim berpura-pura memiliki pendengaran yg kurang normal. Sehingga tak ada seorang pun bercerita pada wanita tadi bahwa Hatim tidak tuli. Sesudah wanita tersebut meninggal dunia, barulah Hatim menjawab dngan mudah kepada siapapun yg bertanya kepadanya. Tapi, karena sudah terbiasa dengan perkataan itu, dia selalu berkata kepada setiap orang yg bertanya kepadanya, “Bicaralah dengan keras!” itulah sebabnya dia dipanggil Hatim al Ashamm (Hatim si tuli).