RSS

Merasakan Buah Ramadhan

27 Jul

Saudaraku,

Tidak terasa Ramadhan sudah berlalu membawa segala amalan baik dan buruk umat manusia. Kepergiannya terasa menyesakkan dada para pencinta ibadah, dan melapangkan perasaan para penggila kemaksiatan. Bagi pencinta ibadah, Ramadhan menjadi taman surgawi yang menawarkan beragam kenikmatan bermunajat, bertaqarrub dan menambah pundi-pundi pahala untuk bekal menempuh perjalanan panjang nan tak bertepi di akhirat kelak. Sementara bagi penggila kemaksiatan, Ramadhan laksana jeruji penjara yang menjadi penghalang diri untuk mereguk kenikmatan dunia, poya-poya dan beragam kelezatan dunia yang fana ini.
Ramadhan telah pergi bersama siangnya yang indah dan malamnya yang wangi. Kita telah mengucapkan selamat tinggal kepada Ramadhan; bulan puasa, qiyam, tilawah al-Qur’an dan bulan pengampunan terhadap dosa-dosa.

Ramadhan adalah bulan pintu kebaikan dibuka lebar-lebar, keburukan ditutup rapat-rapat, setan-setan dibelenggu, kebaikan dan rahmat diturunkan, mesjid-mesjid terang benderang bermandikan cahaya, para malaikat memohonkan ampunan bagi orang-orang yang berpuasa, sedekah-sedekah diagungkan, amal-amal kebaikan dilipatgandakan pahalanya. Dosa-dosa dan kesalahan dihapuskan, musibah ditahan, dan derajat manusia ditingkatkan. Bulan keberuntungan bagi orang-orang yang berpuasa dan melakukan qiyamullail karena iman dan mengharap pahala, bulan penuh kerugian bagi orang yang berpuasa dan qiyamullail namun dihiasi dengan dusta, dengki, ghibah dan kemaksiatan.

Saudaraku,

Ibarat siklus kehidupan, Ramadhan laksana musim gugur saat pohon-pohon meranggas, dedaunan luluh simpuh, gugur tafakur, pulang ke akar menjadi pupuk kehidupan. Bagi insan beriman, Ramadhan berarti pembakaran. Saat gumpalan lemak jasmani, nafsani dan rohani sebagai parasit kehidupan memasuki kremasi pentralan. Puasa mengingatkan manusia bahwa keluhuran jati dirinya jauh melampaui nilai benda dan kuasa; bahwa nafsu at-takatsur (menimbun harta, memperluas pengaruh, dan ekploitasi pengetahuan) telah melalaikan manusia hingga membiarkan dirinya hanya sekadar faktor produksi, budak kekuasaan, dan alat percobaan. Dan di dalam gravitasi syahwat ini, fitrah agama sebagai pengemban misi keadilan, cinta kasih, dan kewarasan justru secara tragis berubah menjadi penasbih misi penindasan, penghancuran, dan pembodohan.
Ibadah puasa merupakan training ground refleksi diri, memulihkan tenaga rohani untuk membakar benalu yang mengerdilkan moralitas agama. Ramadhan member kesadaran bahwa hasrat menimbun, berkuasa, dan berpengaruh tak pernah ada puasanya kecuali dengan puasa (pengendalian diri). Kekuatan self restrain merupakan akar tunjang semua usaha pengendalian sosial. Kekuatan kendali diri tentu saja harus diperkuat oleh mekanisme kontrol sosial yang mangkus. Ibadah-ibadah sosial yang lain di bulan suci, mulai saat berjamaah hingga zakat fitrah, mestinya menjadi wahana pelatihan kepekaan dan kepatutan sosial.

Saudaraku,

Sekiranya semua orang beriman mampu berpuasa, gumpalan lemak yang berlebih pada satu kelompok bisa disalurkan menjadi energi hidup bagi kelompok lain, tidak menjelma menjadi kolesterol keserakahan sebagai biang kelumpuhan sosial. Seperti daun yang jatuh di musim gugur bisa memupuk rerumputan di bawah dan di sekelilingnya. Sesekali kita pun perlu meranggas, membiarkan egosentrisme terbakar, tersungkur sujud, menginsafi kefanaan dan menerbitkan hasrat untuk berbagi, membuka diri penuh cinta untuk yang lain.
Saudaraku,

Dimanakah posisi kita, apakah termasuk orang yang diterima ibadah puasanya? Jika ya. Selamat buat Anda. Anda telah berhasil melewati Ramadhan dan memperoleh kelulusan dan predikat orang bertakwa berikut bonus ridha Allah, rahmat-Nya, ampunan-Nya, dan surgan-Nya. bila Anda termasuk orang yang ditolak ibadah puasanya? Hanya ratapan dan tangisan yang kami berikan. Sungguh malang nasib Anda; berpayah-payah, berlapar-lapar, berhaus dahaga, namun hanya kemurkaan Tuhan, kerugian, dan kehinaan yang diperoleh.

Saudaraku,

Ramadhan berlalu begitu cepat bak kilat atau fatamorgana membawa kenangan manis dan pahit para pelakunya. Kita semua sudah menitipkan amalan baik maupun buruk, manis maupun pahit, jernih maupun keruh. Semoga Ramadhan menjadi saksi yang mengangkat derajat kita di sisi Allah, bukan saksi yang menjerumuskan dan menjatuhkan diri kita di hadapan-Nya.
Saudaraku,
Kepergian Ramadhan sudah mutlak terjadi. Ia akan kembali setahun lagi. Semestinya kita bertanya kepada diri kita, apakah kita sudah memanfaatkan Ramadhan secara maksimal? Sudahkah kita petik buah Ramadhan yang matang dan ranum? Sudahkah kita mewujudkan nilai ketakwaan dan lulus dari madrasah Ramadhan dengan menyandang gelar kehormatan al-Muttaqin? Ataukah kita DO duluan sebelum waktunya? Sudahkah kita belajar sabar dan tabah dalam melaksanakan ketaatan dan menahan diri dari kemaksiatan? Apakah kita sudah berjuang dan memperoleh kemenangan Ramadhan? Atau kita terpuruk dan kalah perang melawan nafsu diri dan godaan setan?

Saudaraku,

Ramadhan itu madrasah keimanan dan stasiun pengisi bahan bakar spiritual yang menjadi bekal untuk mengarungi masa setahun kedepan, dan mengasah semangat kita di umur selanjutnya. Ramadhan bulan penuh rahmat, barangsiapa terhalang memperoleh rahmat di bulan ini, maka terhalang pula di bulan selanjutnya. Barangsiapa tidak memperoleh ampunan pada bulan ini, kapan lagi ia akan memperoleh ampunan? Ramadhan bulan pembebasan dari api neraka. Barangsiapa tidak dibebaskan dari api neraka pada bulan ini, kapan lagi akan dibebaskan?

Saudaraku,

Pohon yang tidak berbuah pada waktunya, niscaya akan ditebang sampai akar-akarnya dan dicampakan ke dalam perapian. Orang yang lalai menanam pada masa tanam, hanya akan memperoleh penyesalan dan kerugian pada masa panen. Ramadhan bulan penuh kesempatan untuk berbuat kebajikan.

Jika di bulan Ramadhan kita penuhi dan jejali setiap desah nafas kita dengan qiyamullail, berlomba-lomba melakukan beragam amal kebaikan, berkompetisi mengisi barisan pertama dalam shalat berjamaah, tilawah al-Qur’an hingga khatam berkali-kali, mencurahkan segala permohonan, menengadahkan tangan mengharap ampunan Tuhan. Pertanyaan yang timbul, apakah aktivitas itu kini kita lakukan di luar Ramadhan? Apakah ibadah-ibadah yang kita jalankan di bulan Ramadhan masih kita laksanakan di luar Ramadhan? Ataukah semuanya pergi seiring dengan beranjaknya Ramadhan? Apakah ibadah-ibadah yang kita lakukan pada bulan Ramadhan hanya tradisi tahunan semata? ataukah karena terpengaruh lingkungan? Atau malah karena gengsi biar dikatakan ahlu Ramadhan?

Saudaraku,

Bila kondisi kita sebelum Ramadhan, saat Ramadhan dan pasca Ramadhan dibandingkan, manakah keadaan yang lebih baik? Apakah sebelum Ramadhan lebih baik dari Ramadhan? Apakah Ramadhan lebih baik dari sebelum Ramadhan? Apakah pasca Ramadhan lebih buruk dari Ramadhan? Kita hanya tinggal menjawab sejujurnya…

Saudaraku,

Mereka yang lulus dari penggemblengan di bulan Ramadhan sudah sepatutnya membuktikan tiga hal: Pertama, berdisiplin memenuhi segala tuntunan dan tuntutan, baik yang terkait dengan hak-hak Allah atau pun hak-hak sesama makhluk. Demikian pula, dengan disiplin tinggi meninggalkan semua selera di siang hari Ramadhan, akhlak dan kehidupan seorang mukmin berporos pada satu kata: takwa. Kedua, mengagungkan dan meninggikan Allah di atas segala-galanya. Allah Maha Besar bukan hanya dalam ucapan dan zikir lisannya. Naman-Nya mendominasi seluruh ruang dalam hati kita. Getaran sifat-Nya menguasai pengambilan keputusan kita. Kerinduan-Nya mengalahkan semua rindu. Ketiga, bersyukur atas segala nikmat yang diberikan-Nya, khususnya nikmat hidayah. Semua nikmat selalu disalurkan kepada jalan yang benar, sesuai dengan tujuan penciptaan manusia, yaitu ibadah, mengabdi kepada Allah dalam makna seluas-luasnya dan setepat-tepatnya. Ibadah yang mengandung unsure perlawanan terhadap hawa nafsu dan pengagungan terhadap Allah.

Saudaraku,

Janganlah kita termasuk orang yang mengurai kembali tenunan yang sudah selesai. Apa kata manusia jika kita menenun lalu dibuat pakaian yang menawan. Namun setelah menjadi pakaian, hasil tenunan itu dipotong selembar-demi selembar sehingga menjadi benang kembali tanpa ada sebab. Apa kata dunia?

Allah berfirman: “Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah (perjanjian) mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain[838]. Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dengan hal itu. Dan sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu.” (QS. an-Nahl: 92)

Itulah gambaran orang yang kembali kepada kemaksiatan dan dosa setelah sebulan lamanya berenang di samudera ramadhan. Sungguh rugi dan hina orang-orang yang ingat Tuhan hanya pada bulan Ramadhan. Sungguh celaka orang-orang yang mengenal Allah pada bulan Ramadhan saja. Semoga Allah melindungi kita dari kesesatan setelah mendapatkan petunjuk. Semoga Allah menjaga kita dari kehinaan setelah memperoleh taufik. Semoga Allah memelihara kita dari kebutaan dan keraguan.

Saudaraku,
Ada banyak fenomena yang menunjukan bagaimana orang-orang melepas kembali hasil tenun bulan Ramadhan:

Sebagian orang melalaikan shalat jama’ah pada awal hari Ied, padahal sebelumnya mesjid-mesjid dipenuhi orang-orang yang mendirikan shalat taraweh – padahal hukumnya sunah – selepas Ramadhan mesjid menjadi sepi dari orang-orang yang mendirikan shalat fardhu seolah-olah kewajiban sudah gugur seiring kepergian Ramadhan.

Pasca Ramadhan, orang-orang sibuk mempersiapkan bekal untuk berwisata dan berrekreasi – walaupun dirinya tidak berpuasa – seolah-olah manusia terbebas dari belenggu dan baru menghirup udara segar. Fenomena kekhusyuan yang ditampilkan di bulan Ramadhan sirna dalam sekejap. Hingar binger dan keramaian membuncah bak banjir bandang. Semua orang bersenang-senang, seakan-akan terbebas dari kungkungan. Jika Ramadhan, yang terdengar alunan bacaan al-Qur’an dan nasyid penyejuk kalbu, kini seiring kepergian Ramadhan, VCD al-Qur’an dan Nasyid disimpan kembali ke tempatnya untuk distel kembali tahun mendatang. Sungguh ironis, Ramadhan hanya dianggap tradisi tahunan saat untuk menumpahkan segala nafsu syahwat yang tertunda selama satu bulan.

Saudaraku,

Jika Rasulullah bersabda bahwa setan dibelenggu pada bulan Ramadhan. Itu artinya pintu-pintu kemaksiatan ditutup rapat-rapat dan digembok dengan keras. Dan setan itu kembali dibebaskan berkeliaran menggoda anak manusia. Bila kita bayangkan bagaimana rasa lapar setan untuk menggoda manusia. Setan akan tertawa terbahak-bahak melihat tingkah polah manusia yang senang dengan kepergian Ramadhan. Setan tersenyum senang melihat manusia kembali ke tradisinya semula; berpoya-poya, melampiaskan nafsu syahwat yang dikekang selama sebulan.

Saudaraku,

Diterimanya sebuah amal di sisi Allah memiliki tanda yang jelas yaitu kebaikan yang diikuti dengan kebaikan serupa. Sedangkan tanda ditolaknya amal ialah kebaikan yang diikuti dengan kejelekan. Allah berfirman: (QS. Muhammad: 33)
Kebaikan yang dilakukan akan mendatangkan kebaikan yang lebih banyak lagi bahkan dapat menghilangkan keburukan. Sebaliknya, keburukan yang terus-menerus dilakukan akan berdampak pada kebaikan yang ada. Ada sebuah nasehat berujar: dosa yang dilakukan setelah taubat lebih jelek dari tujuhpuluh dosa yang dilakukan sebelum taubat.

Saudaraku

Seorang ulama salaf menitikkan air mata saat ajal menjemput. Ia pun ditanya, apa yang kau tangisi? Ia menjawab: “Aku menangisi malam yang tidak aku isi dengan qiyamullail, dan siang yang tidak aku isi dengan puasa. Allahu Akbar! orang saleh ini menangis dan menyesali diri karena melewatkan ibadah sunah yang ditinggalkannya. Bagaimana dengan kita yang terkadang sering melalaikan bahkan meninggalkan ibadah wajib?

Saudaraku,

Semoga buah Ramadhan bisa kita peroleh berupa istiqamah dalam ibadah, sensitive terhadap penderitaan sesame, peduli terhadap masalah-masalah social, memiliki daya tahan melawan godaan dan menjalankan ketaatan, tunduk dan patuh kepada Allah yang maha kuasa.
Semoga dengan spiritualitas Ramadhan dan nuraniyyatul qur’an di bulan al-Qur’an, kalbu insane mukmin menjadi sehat dan kuat sebagai cirri hati yang hidup. Dengan demikian member harapan untuk membuka lembar kehidupan yang lebih baik dan maju dari sebelumnya. Dengan hati yang hidup berkat puasa dan al-Qur’an maka tercipta kemakmuran hati. Berarti telah ada situasi yang kondusif untuk melakukan pemakmurkan kehidupan kita dengan lingkungan social budaya dan lingkungan alamnya. Sebab kehidupan itu sesungguhnya ada dalam hati dan dimulai dari hati. Kemakmuran pun dimulai dari kemakmuran hati. Kemiskinan dan kekumuhan pun akibat kemiskinan dan kumuhnya jiwa manusia.

Saudaraku,

Mudah-mudahan dengan puasa kita telah merecovery hubungan secara total dengan Maha Pencipta. Kesadaran sebagai hamba Allah makin melekat di kalbu. Karena memang kita adalah hamba-Nya di mana pun dan kapan pun juga, dalam posisi apa pun juga. Sebagai hamba Allah sepenuh hati, pikiran dan raga kita. Kita semakin mantap bahwa segala perkataan dan perbuatan harus mencerminkan kehambaan kepada Allah. baik saat berada di mesjid atau rumah atau kantor.

Ya Allah, pertemukan kembali kami dengan Ramadhan. Satukan kembali kami dengan bulan penuh rahmat dan ampunan. Sampaikan kembali usia kami ke bulan Ramadhan. Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim.

Referensi

  • Abu Abdurrahman Khalid bin Husain bin Abdurrahman, Waahaat al-Iman fi Zilal Syahri Ramadhan, Maktabah ar-Rusyd, Riyadh, 2001
  • Abdul Aziz al-Muhammad as-Salman, al-Manahil al-Hisan fi Durus Syahri Ramadhan, 1409
  • Majalah Tarbawi, edisi 119 Th.7, 2005
  • Majalah Tarbawi, edisi 142 Th.8, 2006
  • Majalah Gatra, no. 43 Th XIV, 2008
 
Leave a comment

Posted by on July 27, 2011 in artikel

 

Tags: , , , ,

Leave a comment